Sabtu, 13 Desember 2014

contoh makalah mengenai Mawaris



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Mewaris memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia, sebab mewaris pada jaman Arab jahiliyah sebelum islam datang membagi harta warisan kepada orang laki-laki dewasa sedangkan kaum perempuan dan anak-anak yang belum dewasa tidak mendapatkan bagian.

  1.2 Tujuan dan Kegunaan
Berdasarkan permasalahan yang  ada  tujuan dan kegunaan untuk memupuk kesadaran dan pola pikir mahasiswa agar dapat mengerti masalah mewaris dan waris keluarga atau orang lain agar dapat membantu di kehidupan  seseorang sesuai dengan ajaran Agamanya masing-masing dalam pembahasan ini Agama Islam contonya.

    1.3    Manfaat
       1. kita lebih mengenal dan Mewaris dalam arti sebenarnya
2. kita akan lebih paham, dan lebih hati-hati dalam masalah waris mewaris agar tidak melenceng dari ajaran agama islam.










BAB II
PEMBAHASAN
   2.1 Definisi Mawaris
Mawaris ialah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari cara-cara pembagian harta waris. Mawaris disebut juga faraidh karena mempelajari bagian-bagian penerimaan yang sudah ditentukan sehingga ahli waris tidak boleh mengambil harta waris melebihi ketentuan.
Sebab-sebab seseorang menerima hartawarisan, menurut Islam ialah sebagai berikut:
1.      Adanya pertalian darah dengan yang meninggal(mayat) baik pertalian ke bawah ataupun ke atas.
2.      Hubungan pernikahan, yaitu suami atau isteri.
3.      Adanya pertalian agama.Contoh jika seorang hidup sebatang kara, lalu meninggal maka harta waris masuk baitul maal

Sebab-sebab seseorang tidak mendapat harta waris ialah sebagai berikut:
a.       Hamba(budak) ia tidak cakap memiliki sebagaimana firman Allah swt.
*      Artinya: ” Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang Kami beri rezki yang baik dari Kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan, adakah mereka itu sama? Segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui” ( Q.S. An-Nahl:75).
b.      Pembunuh, orang yang membunuh tidak dapat mewarisi harta dari yang dibunuh. Sabda Rasulullah SAW.Artinya: ”Yang membunuh tidak dapat mewarisi sesuatu dari yang dibunuhnya”(H.R. Nasai)
c.       Murtad dan kafir, orang yang keluar dari Islam, yaitu antara pewaris atau yang mati, murtad salah satunya.
Syarat berlakunya pewarisan ada tiga:
a.       Adanya yang meninggal dunia, baik secara hakiki atau hukmi.
b.      Adanya harta warisan.
c.       Tidak penghalang untuk menerima harta warisan.



  2.2 Syarat-syarat mewaris
Menurut  hukum islam , masalah waris mewarisi akan terjadi apabila di penuhinya syarat- syarat mewarisi. Adapun syarat-syarat  mewarisi ada 3 yaitu :
a.      Meninggal dunianya muwarrits (pewaris)
Matinya muwarrits (pewaris) mutlak harus di penuhi, jadi seseorang baru disebut muwarrits apabila orang tersebut telah meninggal dunia. Adapun kematian muwarrits dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
        a.       Mati haqiqy (mati sejati)
Yaitu hilangnya nyawa seseorang dari jasadnya yang dapat di buktikan dengan panca indra atau     dapat di buktikan dengan alat pembuktian.
        b.      Mati hukmy (menurut putusan hakim)
Yaitu kematian yang disebabkan adanya vonnis dari hakim, walaupun pada hakikatnya ada kemungkinan seseorang tersebut masih hidup atau dalam dua kemungkinan antara hidup dan mati. Contoh vonis kematian seseorang, padahal ada kemungkinan orang tersebut masih hidup ialah vonis kematian terhadap mafqud yaitu orang yang tidak diketahui kabar beritanya, tidak dikenal domisilinya dan tidak pula diketahui hidup atau matinya.
        c.       Mati taqdiry (menurut dugaan)
Yaitu kematian yang didasarkan pada dugaan yang kuat bahwa orang yang bersangkutan telah mati. contohnya kematian seorang bayi yang baru dilahirkan akibat terjadi pemukulan terhadap perut ibunya. Kematian tersebut hanya semata-mata berdasarkan dugaan yang kuat saja, sebab kematian tersebut bisa juga di sebabkan oleh faktor-faktor yang lain.

b.      Hidupnya warits (ahli waris)
Hidupnya ahli waris harus jelas pada saat muwarrits meninggal dunia. Ahli waris merupakan pengganti untuk menguasai harta peninggalan, dan perpindahan hak itu di dapat melalui jalur waris. Oleh karena itu, setelah muwarrits meninggal dunia, maka ahli warisnya harus betul-betul hidup, agar pemindahan harta itu menjadi nyata.
c.       Mengetahui status kewarisan.
Agar seseorang dapat mewarisi harta orang yang meninggal dunia,haruslah jelas hubungan antara keduannya, seperti hubungan suami istri, hubungan kerabat dan derajat kekerabatannya. sehingga seorang hakim dapat menerapkan hukum sesuai dengan semestinya. Dalam pembagian harta warisan itu berbeda-beda sesuai dengan jihat warisan dan status derajat kekerabatannya. Dengan demikian, tidak cukup kita berkata : “sesungguhnya orang itu termasuk saudara orang yang mati”, tetapi harus di ketahui juga apakah ia saudara sekandung, saudara seayah atau seibu, karena masing- masing saudara tersebut mempunyai bagian tersendiri, sebagian mereka ada yang mendapatkan waris sebagai ash-habul furudl, ada yang sebagian golongan ashabah dan sebagian lagi ada yang mahjub (tidak mendapatkan warisan karena terhalang oleh ahli waris yang lebih berhak)
   2.3 Ahli Waris
Secara keseluruhan ahli waris yang mendapatkan harta pusaka ada 25 orang, yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.
a. Pihak laki-laki :
1). Anak laki-laki
2). Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3). Ayah
4). Kakek dari pihak ayah
5). Saudara laki-laki sekandung
6). Saudara laki-laki seayah
7). Saudara laki-laki seibu
8).. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung ( keponakan)
9). Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
10). Saudara laki-laki ayah yang sekandung ( paman )
11). Saudara laki-laki ayah se ayah
12). Anak lai-laki saudara ayah yang laki-laki sekandung
13). Anak laki-laki saudara ayah yang laki-laki seayah
14). Suami
15). Lali-laki yang memerdekakan budak.
 Jika lima belas orang tersebut di atas masih ada semuanya, yang diprioritaskan ada tiga , yaitu ;
1). Ayah,
2) Anak laki-laki
3) Suami.
b. Pihak Perempuan :
1) Anak perempuan
2) Cucu perempuan dari anak laki-laki
3) Ibu
4) Nenek dari pihak ayah
5) Nenenk diri pihak ibu
6) Saudara perempuan sekandung
7) Saudara perempuan seayah
8) Saudara perempuan seibu
9) Istri
10) Perempuan yang memerdekakan budak
Jika Sepuluh orang masih ada semua, maka yang diprioritaskan ada lima yaitu :
1). Istri
2). Anak perempuan
3). Cucu perempuan dari anak laki-laki
4). Saudara perempuan sekandung

Jika dua 25 orang masih ada semua, maka yang diprioritaskan adalah sebagai perikut :
1). Ibu
2). Ayah
3). Anak laki-laki
4). Anak perempuan
5). Suami atau istri

5. Pembagian Ahli Waris.
A. Ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu (Furudhul Muqoddaroh)
Bagian-bagian waris yang telah ditentukan oleh Al Qur’an adalah : 1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3, 1/6.
 Ahli waris yang mendapatkan 1/2 adalah :
a). Anak perempuan, apa bila sendirian tidak bersama saudara.
b). Saudara perempuan tungal yang sekandung
c). Cucu perempuan, jika tidak ada anak perempuan
d). Suami, Jika tidak ada anak atau cucu.
 Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/4. yaitu :
a). Suami, jika ada anak atau cucu
b). Istri, jika tidak ada anak atau cucu.
 Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/8 adalah ;
Istri, jika suami meninggalkan anak atau cucu.
 Ahli waris yang mendapatkan bagian 2/3 adalah :
a). Dua anak perempuan atau lebih, jika tidak ada anak laki-laki.
b). Dua cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki, jika tidak ada anak perempuan.
c). Dua saudara perempuan atau lebih yang sekandung
d). Dua orang saudara perempuan atau lebih yang seayah, jika tidak ada saudara perempuan yang sekandung.
 Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/3 adalah :
a). Ibu, apabila yang meniggal tidak meninggalka anak atau cucu dari anak laki-laki dan tidak ada saudara.
b). Dua orang saudara atau lebih, dari saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan.
 Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/6 adalah :
a). Ibu, apabila yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki atau saudara lebih dari satu.
b). Ayah, jika yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki.
c). Nenek, jika yang meninggal sudah tidak ada Ibu
d). Cucu perempuan dari pihak anak laki-laki, baik sendirian atau lebih, jika bersama anak perempuan.
B. Ahli waris ashobah
Ahli waris ashobah adalah ahli waris yang memperoleh bagian berdasarkan sisa harta pusaka setelah dibagikan ahli waris yang lain. Ahli waris ashobah dapat menghabiskan semua sisa harta pusaka. Ashobah dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Ashobah binafsih, yaitu ahli waris yang mejadi ashobah dengan sendirinya, yaitu :
a). Anak laki-laki
b). Cucu laki-laki dari anak laki-laki
c). Ayah
d). Kakek dari pihak ayah
e). Saudara laki-laki sekandung
f). Saudara laki-laki seayah
g). Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
h). Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
i). Paman sekandung dari ayah
j). Panan seayah dari ayah
k). Anak laki-laki sekandung dari ayah
l). Anak laki-laki paman seayah dari ayah
Contoh perhitungan waris .
Pak Yumnu meninggal dunia, Ia meninggalkan ahli waris , seorang istri, Ibu, Ayah, satu anak laki-laki, dua anak perempuan dan tiga orang saudara laki-laki. Harta peninggalannya Rp. 12. 400.000,-, hutang sebelum meninggal Rp. 100.000,-, wasiat Rp. 100.000,- dan biaya perawatan jenazah Rp. 200.000,- . Berapa bagian masing-masing?
Jawab :
Harta peninggalan Rp. 14.400.000,-
Kewajiban yang dikeluarkan :
1. Hutang Rp. 100.000,-
2. Wasiyat Rp. 100.000,-
3. Biaya perawatan Rp. 200.000,-
Jumlah Rp. 400.000,-
Harta waris Rp. 14.400 – Rp. 400.000 = Rp. 12.000.000,-
Ahli waris :
1. Istri = 1/8
2. Ibu = 1/6
3. Ayah = 1/6
4. Anak Laki-laki = Ashobah binafsih
5. Anak perempuan = Ashobah bil ghoiri
6. Saudara laki-laki = mahjub
a. Istri 1/8 =3/24 x Rp. 12.000.000 =Rp. 1500.000,-
b. Ayah 1/6 =4/24 x Rp. 12.000.000 =Rp. 2.000.000,-
c. Ibu 1/6 =4/24 x Rp. 12.000.000 =Rp. 2.000.000,-
 Jumlah =Rp. 5.500.000,-
 Sisa =Rp. 12.000.000 – Rp. 5.500.000,- =Rp. 6.500.000,-
Anak laki-laki = 2:1 = 2/3 x 6.500.000,- =Rp. 4.333.000
Anak perempuan 1/3 x 6.500.000 =Rp. 2.166.000

  2.5  Baitul Maal
 A.  Pengertian Baitul Maal
Menurut bahasa, Baitul Maal memiliki arti Baitul, artinya rumah atau bangunan dan Maal artinya harta. Dapat dikatakan Baitul Maal adalah rumah untuk menyimpan harta.
Sesuai dengan namanya, Baitul Maal digunakan sebagai tempat untuk menyimpan harta-harta pendapatan kaum muslim pada zaman dulu.
Baitul Maal mulanya didirikan pertama kali oleh Rasulullah sebagai upaya untuk menampung dan mengelola harta kaum muslim yang didapat dari zakat, dan lain sebagainya. Jadi, Baitul Maal ini didirikan Rasulullah setelah beliau memerintahkan kaum Muslim non muslim untuk membayar zakat dan infak. Terlebih lagi setelah kaum muslim memenangkan peperangan dari kaum non-muslim. Bertambah lagi pendapatan kaum muslim dari pajak tanah atas kaum non-muslim (kharaj). Selanjutnya, Baitul Maal dikembangkan oleh kaum-kaum muslim hingga saat ini.

B.  Sejarah Baitul Maal 
Berikut adalah sejarah perkembangan Baitul Maal dari zaman Rasulullah SAW hingga pemerintahan Khulafa Ar-Rasyidun:
1. Baitul Maal masa Rasulullah SAW
Dalam negara Islam, kekuasaan dipandang sebagai amanah yang harus dilaksanakan sesuai perintah Al-Quran. Hal ini telah dipraktekkan Rasulullah SAW. Beliau tidak menganggap dirinya seorang raja atau pemerintahan tetapi sebagai orang yang diberi amanah untuk mengatur negara. Pada masa kepemimpinannya, Rasulullah memperkenalkan konsep baru di bidang keuangan negara pada abad ke 7, yaitu semua hasil pendapatan negara harus dikumpulkan dahulu dan kemudian dibelanjakan sesuai kebutuhan negara. Status harta yang dikumpulkan adalah milik negara bukan individu. Para pemimpin negara memperoleh hak untuk menggunakan harta tersebut namun hanya dalam batas-batas tertentu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Tempat pengumpulan itulah yang disebut Baitul Maal. Pada masa pemerintahan Rasulullah, Baitul Maal terletak di masjid Nabawi yang ketika itu digunakan sebagai kantor pusat negara dan tempat tinggal Rasulullah. Binatang-binatang yang merupakan harta perbendaharaan negara tidak disimpan di baitul Maal, tetapi ditempatkan sesuai dengan alamnya.
C. Penggunaan Dana Baitul Maal 
Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa eksistensi Baitul Maal cukup tinggi dari zaman Rasulullah SAW hingga masa pemerintahan berikutnya dan juga hingga saat ini. Eksistensi Baitul Maal sangat membantu para muslim dalam pengelolaan harta yang diterima oleh kaum muslim. Semasa Rasulullah, dana Baitul Maal digunakan dan didistribusikan sepenuhnya untuk kepentingan kaum muslim kala itu. Namun terdapat perbedaan pengelolaan pada masa khalifah Umar bin Khattab. Umar tidak menggunakan seluruh dana Baitul Maal, tetapi sebagian dana tersebut disimpan di Baitul Maal sebagai dana cadangan. Meskipun demikian, penggunaan dana Baitul Maal pada prinsipnya sama untuk memenuhi kebutuhan kaum muslim. Berikut rincian penggunaan dana Baitul Maal, yaitu:
1. Penggunaan dana untuk penyebaran Islam
Pada masa Khalifah Rasululllah SAW, seiring dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam, beliau selalu menunjuk perwakilannya untuk pergi ke wilayah-wilayah yang telah kaum muslim taklukan sebelumnya. Setiap kaum muslim menang dalam peperangan, para utusan nabi hijrah ke tempat-tempat tersebut untuk mengajarkan penduduk di sana tentang Islam dan Al-Quran. Awalnya, mereka pergi ke tempat-tempat tersebut menggunakan dana dan tunggangan kuda sendiri. Sampai akhirnya semakin luas daerah kekuasaan Islam, semakin jauh jaraknya dari Mekkah dan dana Baitul Maal semakin terkumpul banyak dari pemasukan-pemasukan pajak tanah dan lain sebagainya, akhirnya utusan Nabi yang bertugas ke tempat-tempat yang jauh dibiayai oleh dana Baitul Maal dan diberi tunggangan kuda. Jadi, dapat dikatakan bahwa salah satu penggunaan dana Baitul Maal adalah sebagai biaya untuk perjalanan dakwah menyebarkan agama Islam

2. Gerakan Pendidikan dan Kebudayaan
Pada masa Khalifah Rasulullah, beliau sangat memperhatikan pendidikan kaum muslim. Beliau mengajarkan kaum muslim membaca dan menulis. Lalu, beliau menunjuk beberapa utusan untuk mengajarkan umat lain.Selain itu, tawanan-tawanan perang diperintahkan Rasulullah untuk mengajarkan kaum muslim membaca dan menulis agar mereka dapat dibebaskan. Dana Baitul Maal digunakan untuk membiayai perjalanan utusan-utusannye tersebut dalam mengajarkan membaca dan menulis.
Selain itu, dana Baitul Maal juga digunakan untuk membeli senjata-senjata perang, pakaian perang, kuda tunggangan yang pada awalnya Rasulullah meminjam semuanya itu kepada umat lain pada saat perang karena keterbatasan dana. Namun setelah kaum muslim memenangkan peperangan dan mendapatkan harta rampasan perang yang selanjutnya dikumpulkan di Baitul Maal, kaum muslim akhirnya dapat membeli perlengkapan perang sendiri.
 3. Penyediaan Layanan Kesejahteraan Sosial
Seperti yang kita tahu, dana Baitul Maal didapatkan dari zakat, kharaj, ghanimah, jizyah, khums, dan lain sebagainya. Dana-dana tersebut digunakan para khalifah untuk mensejahterakan rakyat, salah satunya adalah untuk mengatasi masalah kelaparan kaum fakir miskin.
Setiap sumber dana tersebut digunakan untuk hal-hal tertentu, misalnya zakat digunakan untuk:
  1. Menyantuni fakir miskin
  2. Menampung tuna wisma
  3. Membayar gaji para pengumpul zakat
  4. Melunasi utang-utang yang tidak mampu membayarnya
  5. Menolong orang-orang yang baru masuk Islam
  6. Membebaskan budak
  7. Melaksanakan aktivitas pekerjaan umum
   2.4 Mashlahat Mawaris
Maslahat secara etimologi berasal dari kata shalah, yang berarti manfaat. Setiap sesuatu yang memberikan manfaat secara langsung atau melalui perantara, dapat disebut maslahat. Menurut para ahli ushul, manfaat (utility) itu bisa diperoleh melalui dua kategori, yaitu jalbu almashalih upaya untuk menghasilkan maslahat) dan dar’u al-mafasid yang berarti menolak bahaya atau kerusakan.

Menurut Imam Syatibi, maslahat bisa dipandang valid dalam syariah (mu'tabarah) selama ia tidak bertentangan dengan maqaasid syarii’ah yaitu : memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Salah satu argumen yang memperkuat pendapat Imam Syatibi ini ialah satu kaidah yang menyatakan bahwa syariat Allah diturunkan demi kemaslahatan umat manusia. Kaidah ini memberikan suatu pengertian bahwa semua hukum yang telah ditetapkan oleh syariat mempunyai nilai maslahat. Maslahat dalam kaitan ini sudah barang tentu bukan maslahah mutlaq yang memasukkan pengertian maslahat menurut filosof, sebab maslahat menurut versi mereka hanya terbatas pada dimensi material dan cenderung bersifat duniawi .











BAB III
PENUTUP


3.1. Kesimpulan
Semua orang muslim wajib mempelajari ilmu mawaris, Ilmu mawaris sangat penting dalam kehidupan manusia khususnya dalam keluarga, karena tidak semua orang yang ditinggal mati oleh seseorang akan mendapatkan warisan.
Hal yang perlu diperhatikan apabila kita orang muslim mengetahui pertalian darah, hak dan pembagiannya apabila mendapatkan warisan dari orang tua maupun orang lain.

3.2. Saran
bagi para pembaca setelah membaca makalah ini diharapkan lebih memahami mawaris dalam kehidupan keluarga maupun orang lain sesuai dengan ajaran agama islam dimana hukum memahami mawaris adalah fardhu kifayah.















DAFTAR PUSTAKA

Ø  muwafiq.co.cc,asetsukses.com,nyumbangkaya.com,mahasanjufri.tk 
Ø  belajarwaris.blogspot.com, Blog Studi Islam.com